Kamis, 02 Juni 2011

Rindu yang Membiru

Masih berbicara tentang masa yang telah terlewati.
Berkisah tentang mereka yang menemani hari-hariku dalam haru birunya suasana, dalam keceriaan maupun kedukaan.
Sahabat.
Mereka yang kala itu aku temui karna sebuah ikatan persaudaraan karna Allah... Begitu indah, masa-masa remaja yang terlewati jika bersama mereka. Berjuang dan berkorban tanpa batas..
Menegakkan yang merunduk, meluruskan yang bengkok, menyimpulkan tali-tali yang tak tersimpul.. Bersama-sama kita lalui itu....
Sebuah ikatan sederhana, namun tak mampu diungkapkan dengan kata betapa bermaknanya ia... Dan kini, aku begitu merindu pada kalian. Merindu pada ikatan di atas jalan Tuhan. Ketika masa jua yng memisahkan kita, aku coba untuk terus mengingati, dan menjalin hubungan dengan kalian dan berharap ini akan bertahan hingga nanti. Meski aku telah kehilangan salah satu dari kalian yang aku sayangi, karna Allah begitu sayang kepadanya, hingga Allah menjemputnya terlebih dulu, agar ia tak memiliki banyak dosa seperti aku. Sebuah pemaknaan yang dapat ku ambil dari kepergianmu yang sangat aku sesalkan kenapa aku tak bisa berda di dekatmu ketika kau butuh teman.
Semoga Allah selalu meridhoi jalan juang kita, meski itu dengan cara kita masing-masing.
Salam sayangku untuk kalian yang tersampaikan oleh lembutnya bisikan angin. Semoga perjuangan kita akan berbuah indah di syurga nanti.

Besama dalam masa yang biru

Rabu, 01 Juni 2011

Makna Hidup

Kembali, saya bisa belajar dari orang-orang di sekitar saya mengenai makna hidup.
Teringat saat saya dulu masih duduk di sekolah menengah, kala itu saya sedang berada di bus ekonomi yang sesak dan duduk dibagian belakang, bus itu menuju rumah saya dalam perjalanan mudik. Duduk di samping saya seorang laki-laki yang bertubuh besar dan berusia sekitar 30 tahunan (saya lupa nama beliau). Saat itu saya takut untuk menyapa terlebih dahulu, dan akhirnya justru beliau yang menyapa saya. Beliau melontarkan berbagai pertanyaan, hingga timbul sebuah percakapan yang menarik menurut saya. Beliau adalah seorang karyawan di sebuah perusahaan di Bogor, pun seperti saya pulang mudik ke kampung halaman kala itu. Dia bertanya bagaimana sekolah saya, cita-cita saya ke depannya... Beliaupun memberi saran kepada saya bagaimana sebuah masa depan yang indah bisa tercapai dengan kerja keras.

Ketika bus berhenti menaikkan penumpang, beliau menunjukkan kepada saya seorang kondektur yang sedang berbincang dengan pemilik agen dan buru-buru naik ke dalam bus karna bus akan berjalan. Beliau berkata : "Hidup itu keras, setelah kita lepas dari dunia pendidikan. Kelak kamu akan merasakannya". Sambil tersenyum pada saya, kembali beliau melanjutkan ceritanya. 

Ini adalah suatu pengalaman yang indah meurut saya, karna dalam waktu 5 jam perjalanan ke kampung saya bisa bertemu dengan orang yang se-optimis beliau. Sehingga terbenam dalam pikiran saya, bahwa saya harus bersiap-siap untuk menjalani kehidupan yang keras ketika saya tidak di bangku sekolah lagi.

Dan kini, ketika saya berada pada jenjang pendidikan di perguruan tinggi, sering saya dapati kalimat yang beliau saya temui di bus beberapa tahun yang lalu memang benar adanya.
Suatu hari, ketika saya mendapat kiriman wesel dari abah, saya pergi kantor pos untuk mengambil kiriman tersebut. Di depan kantor pos itu, ada beberapa wanita tua yang lusuh, duduk di pinggir jalan sambil menengadahkan bekas air minum mineral kepada setiap orang yang melintas di depannya.Betapa pemandangan itu sangat menyentuh hati saya.
Sore hari, selepas pulang kuliah, saya melihat bapak-bapak penjual bakapo di depan kampus. Duduk termenung sendiri menunggu pembeli mampir ke gerobak bakpaonya, padahal saat itu menunjukkan waktu setengah 6, dan suasana sudah gelap di Yogya waktu itu. Namun, beliau tetap setia menunggu pembeli demi memperoleh keuntungan yang tak seberapa dari penjualan bakpao yang ia ambil dari agen pembuatnya.
Kemudian, ketika malam hari saya pulang dari mengajar privat, saya merasa penat karna kesibukan di beberapa hari terakhir, saya memutuskan untuk melihat keramaian di malioboro menggunakan sepeda yang saya miliki. Saya jumpai di sana bapak kusir andong yang setia menunggu penumpang untuk menikmati jasa angkutnya di tengah-tengah keramain malioboro yang pun di sana berjejer mobil-mobil taksi.
Karna waktu sudah larut, jam 9 waktu itu, saya segera menarik gas untuk segera pulang ke kos. Disaat lampu merah, saya melihat anak kecil yang meminta santunan kepada orang-orang yang berada di atas kendaraannya. Mengenakan pakaian yang sangat sederhana, dan berwajah penuh harapan. Saya tersenyum dan berkata  dalam hati.
Tuhan, selama 24 jam hari ini, saya banyak belajar dari kerja keras yang mereka lakukan. Saya semakin tersadar bahwa hidup ini memang keras...
Terima kasih Allah, atas apa-apa yang Kau berikan pada saya.
Saya semakin tau akan makna hidup...
Dan muliakanlah mereka, dengan limpahan karuniaMu.
^_^
01062011